http://old.thejakartapost.com/weekender/4point.asp
Beberapa yg. perlu digarisbawahi:
- Dana buat pendidikan hanya 1.2% GDP (nomor 3 terbawah di dunia)
- Fasilitas kota (amenities) yg. menyedihkan
- Tata-kota yg. tidak jelas.
- Pemda tidak punya gigi dan kota dibangun mayoritas oleh swasta (yang semua mencari untung). Kalau pun Pemda turut-serta, korupsi dikanan-kiri.
- UU tata-ruang bangunan (building code) yg. rapuh
- Hampir tidak ada trotoar lebar buat pejalan kaki (paling mungkin di Segitiga Emas?)
- No 48 termahal biaya hidup, bahkan lebih mahal dibanding Berlin, Merlbourne dan Washington DC, bahkan buat ekspat.
- "Pak Ogah" dimana-mana, pungutan dimana-mana (mau jalan2 di sisi pantai Ancol saja harus bayar Rp 40.000)
- Kolong2 jembatan toll menjadi tempat tinggal para homeless.
- Jakarta telah puluhan tahun dibelakang ibukota negara2 jiran dalam hal: estetika, perumahan, tata-kota, standar hidup, kualitas hidup, layanan kesehatan, pendidikan, budaya, transportasi, kualitas makanan dan higenis.
- Ketimpangan sosial yang sangat besar
- Perpustakaan dan museum hanya sebagai simbol, itu pun untung masih ada.
- Lebih kapitalis dibanding kota2 kapitalis dunia
- Penduduknya menganggap Jakarta “modern”, “cosmopolitan”, a “sprawling metropolis" (karena mayoritas belum pernah melihat kota2 di negeri jiran).
- Lalu-lintas yang sangat parah
- Jakarta jadi 'olok-olok' orang malaysia: "Kalau kita tidak berhati-hati, kota Kuala Lumpur dalam 20-30 tahun akan seperti Jakarta".
Tapi kalau buat jumlah mega-mall, mungkin Jakarta no. 1 dunia? (di Boston, New York, LA atau S. Francisco, mall paling berjumlah 2-6, kecuali kalau shopping2 center dihitung juga).
Apalagi sekarang lagi musim demo, macet luar biasa dimana-mana.
Mungkin ibukota mulai dipikirkan u/ dipindahkan?
No comments:
Post a Comment