Saya juga males banget tinggal di Jkt (meski sanak-kadang disana), malah milih pindah ke tempat yg. puluhan ribu km jauhnya dari Jkt buat menghindari macet :-P. Tiap mudik ke Jkt, stress melulu bawaannya :-<
Waktu habis terbuang tiap hari min. 2 jam cuma buat transportasi dalam kota (fyi, 2 jam ini perjalanan dr. rumah saya ke Silicon Valley yg. mungkin equivalen dg. Jkt - Bandung). 2 jam * 5 hari/minggu = 10 jam/minggu. Dalam satu bulan 40 jam (hampir 2 hari) waktu terbuang percuma buat 'menikmati' kemacetan. Dalam satu tahun, hampir satu bulan waktu terbuang. Waktu yg. terbuang ini, kalau dikonversikan ke produktivitas atau 'having fun', sangat merugikan. Belum lagi kelelahan mental & fisik. Trade-off yg. sangat mahal u/ mengais uang di kota metropolitan.
Mestinya pembangunan & ekonomi di daerah harus digenjot total, sehingga penduduk memiliki alternatif tempat hidup dan mencari uang. Pelabuhan & airport daerah2 mestinya dipermodern, jalan2 diperlebar dibuat mulus. Infrastruktur komunikasi & listrik dan sejumlah insentif buat pebisnis. Yakin, dalam beberapa tahun, jumlah penduduk di DKI menurun dan kemacetan secara otomatis menurun juga.
Malaysia, Cina, Thailand, India, semuanya melaksanakan 'distribusi' penduduk ini, bukan seperti program transmigrasi zaman Soeharto dulu. Makanya di RRC, meski perekonomian msh didominasi kota2 besar (Beijing, Shanghai dsb.), perekonomian di daerah pun digenjot. Yg. pernah ke Beijing (Estananto?), bagaimana kesan lan-tas di sana?
Wacana pindah ibukota ke Kalimantan yg. mulanya diprakasai Pres. Soekarno dulu kok nggak ada kelanjutannya sampai sekarang yah?
No comments:
Post a Comment